Nama:Raditya Arga Virgananda
NIM:5213416049
Jurusan: Teknik kimia
Ketersediaan bahan pangan
merupakan salah satu masalah yang masih diadapi oleh penduduk
Indonesia.Terdapat banyak sumber pangan di Indonesia,namun masih banyak sumber
pangan yang belum dikembangkan atau bahkan belum dikenal. Sumber pangan sendiri
dapat berasal dari beberapa sektor,antara lain sektor pertanian,sektor
perikanan dan sektor peternakan.
Perikanan di Indonesia mengalami
peningkatan produksi yang relatif stabil,sejak tahun 1950-2010.Hal ini
disebabkan oleh sumber daya alam Indonesia yang sangat berlimpah dan akses
teritorinya yang mudah.Indonesia terdiri atas 17.502 buah pulau, dan garis
pantai sepanjang 81.000 kmdengan Luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8
juta Km2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta
Km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta Km2.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa prospek pembangunan perikanan dan kelautan
Indonesia dinilai sangat cerah dan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang
strategis.
Namun demikian,walaupun perikanan
memiliki potensi yang besar,masih ada produk yang tak dapat memenuhi target
kebutuhannya di Indonesia, yaitu produksi ikan patin.Produksi ikan patin dalam
negeri ternyata tak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mencapai 100.000
ton per bulan.Menurut informasi tahun 2006, produksi ikan patin dalam negeri
mencapai 31.490 ton. Sementara itu, tahun 2012, produksi ikan patin meningkat
signifikan hingga mencapai 651.000 ton.Adanya peningkatan yang signifikan
tersebut membuat optimis pemerintah untuk terus menggalakkan produksi ikan
patin agar tak perlu mengimpor lagi dari Vietnam.
Permasalahan yang selanjutnya
adalah ukuran ikan. dibandingkan dengan ikan patin Vietnam, adalah ukuran ikan
patin Indonesia berukuran rata-rata 500-600 gram,sedangkan pasar Eropa
menginginkan ikan patin dengan ukuran 800 gram hingga satu kilogram. Idealnya,
ikan patin yang bagus adalah yang berukuran satu kilogram hingga 1,2 kilogram
agar mudah diolah dalam bentuk fillet. Ukuran ikan patin ini semakin menjadi
hambatan karena para peternak ikan patin Indonesia, yang umumnya kalangan rumah
tangga, cenderung tidak sabar menunggu hingga ikan patin mereka mencapai berat
dan ukuran ideal.
Solusi untuk menjawab
permasalahan ini tentu saja harus dengan meningkatkan produktivitasnya sekaligus
mencari solusi untuk membesarkan ikan.Salah satu cara yang patut untuk ditempuh
adalah dengan membudidayakan ikan patin di lokasi rawa.Hal ini karena lahan
rawa merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai fungsi hidrologi dan fungsi
ekologi lain yang penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup,sekaligus karena
lahan gamut merupakan satu-satunya lahan yang masih belum maksimal
pemanfaatannya . Indonesia sebenarnya merupakan negara dengan kawasan gambut
tropika terluas di dunia yaitu antara 13,5- 26,5 juta hektar (rata-rata 20 juta
hektar). Jika luas lahan gambut Indonesia adalah 20 juta hektar, maka sekitar
50% gambut tropika dunia yang luasnya sekitar 40 juta hektar berada di
Indonesia. Gambut terbentuk dari hasil dekomposisi bahan bahan organik seperti
daun, ranting, semak belukar yang berlangsung dengan kecepatan lambat dan dalam
suasana anaerob.
Perkembangan budidaya ikan air
tawar masih didominasi oleh budidaya kolam yang menggunakan air dengan sistem
pasang-surut yang mengandalkan naik-turunnya permukaan air sungai. Hal ini
seringkali terkendala dengan datangnya air asam dengan pH yang rendah (±3)
sehingga dapat menyebabkan kematian ikan. Faktor nilai pH itulah yang juga
menjadi kendala bagi pengembangan budidaya ikan di sungai yang terkena arus
pasang-surut. Ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) merupakan salah
satu spesies ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan potensial untuk dikembangkan
serta menjadi ikan yang disukai masyarakat. Selain itu ikan patin cenderung lebih tahan terhadap
kondisi oksigen terlarut yang rendah dan pH yang asam.
Prosesnya sendiri meliputi:
A.
Persiapan
Kolam
Wadah pemeliharaan berupa kolam pasang-surut
dengan ukuran 20x30 m dan kedalaman kolam ±2,5 m. Sebelum dilakukan penebaran
benih terlebih dahulu dilakukan pengolahan lahan meliputi pengolahan air tanah.
Tahap persiapan kolam terlebih dahulu dilakukan pembersihan kolam mulai dari
pematang sampai dengan bagian dalam sekeliling kolam termasuk saluran karena
merupakan bekas hutan gambut maka kotoran yang ada merupakan bahan-bahan
organik seperti sisa-sisa tumbuhan (potongan kayu dan akar-akar tanaman), Secara
umum dalam pengelolaan kolam terlebih dahulu dilakukan pengeringan dan
pengolahan tanah namun pada kolam yang ada dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan penyedotan air dengan menggunakan pompa dan tanpa penyedotan hal ini
dilakukan mengingat kolam cenderung sulit untuk kering, karena air merembes
secara terus-menerus dari luar kolam. Penyedotan dilakukan dengan membuang
seluruh air yang ada sampai dasar kolam terlihat.
B. Pengapuran
Jika
air kolam telah dibuang selanjutnya dilakukan pengapuran menggunakan kapur
tohor dengan tujuan membasmi hama penyakit, memperbaiki struktur tanah dan
menaikkan pH. Kapur disebar secara merata di permukaan dasar kolam dan dinding
kolam. Dosis kapur yang diberikan antara 500-1000 gr/m2.
C.
Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan sekitar 3-5 hari
setelah pengapuran untuk memberikan waktu agar kapur yang ditebar dapat
bereaksi dengan tanah maupun air kolam. Pupuk kandang diberikan dengan dosis
200 gr/m2 dengan menebarkannya pada kolam atau dapat pula dengan membenamkan
pupuk kandang yang dikemas dalam karung plastik ke dalam kolam. Sehari setelah
pemberian pupuk kandang selanjutnya ditambahkan pupuk Urea dan NPK
masing-masing dengan dosis 20 gr/m2 dan 10 gr/m2 yang juga disebarkan secara
merata di permukaan air dengan tujuan untuk menambah kesuburan kolam. Kolam
didiamkan tanpa ada perlakuan sampai beberapa hari (paling lama 15 hari).
Setelah pengapuran dan pemupukan kontrol pH terus dilakukan setiap 2 hari
sekali. Apabila pH masih < 5, maka dilakukan pengapuran kembali menggunakan
dolomite/tohor (100-150 gr/m2), bila pH air telah mencapai 5-6 dapat dilakukan
penebaran benih ikan.
D. Penebaran benih
Sebelum
dilakukan penebaran benih, terlebih dahulu dilakukan pengukuran kualitas air
terutama pH air. Bila pH minimal telah mencapai 5 baru kemudian dilakukan
penebaran benih ikan patin siam. Disiapkan hapa sebagai tempat penampungan
benih ikan dengan tujuan untuk penyesuaian dengan lingkungan baru, melihat
kondisi ikan, 10 cara dan kemampuan makan dan ukuran ikan. Lama penyesuaian ini
berkisar antara 1-2 minggu. Setelah itu benih ikan dilepaskan ke kolam. Jumlah
benih ikan yang ditebar berkisar 5-10 ekor/m2 ukuran 5-8 cm. 4). Pemeliharaan
Secara berkala dilakukan pengukuran pH air, jika pH rendah
D. Penebaran benih
Sebelum
dilakukan penebaran benih, terlebih dahulu dilakukan pengukuran kualitas air
terutama pH air. Bila pH minimal telah mencapai 5 baru kemudian dilakukan
penebaran benih ikan patin siam. Disiapkan hapa sebagai tempat penampungan
benih ikan dengan tujuan untuk penyesuaian dengan lingkungan baru, melihat
kondisi ikan, 10 cara dan kemampuan makan dan ukuran ikan. Lama penyesuaian ini
berkisar antara 1-2 minggu. Setelah itu benih ikan dilepaskan ke kolam. Jumlah
benih ikan yang ditebar berkisar 5-10 ekor/m2 ukuran 5-8 cm. 4). Pemeliharaan
Secara berkala dilakukan pengukuran pH air, jika pH rendah
E.
Pemeliharaan
Secara berkala
dilakukan pengukuran pH air, jika pH rendah (<5)maka dilakukan pengapuran
kembali menggunakan kapur dolomite sebanyak 100-150 gr/m2. Pakan yang diberikan
berupa pellet dengan dosis 3-5% dari berat total per hari, dengan frekuensi
pemberian 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Pemberian pakan dengan cara
sedikit demi sedikit agar jangan sampai ada pakan yang tidak termakan. Pemberian
pakan dihentikan apabila ikan yang dipelihara terlihat sudah mulai berhenti makan
dan tidak mau makan lagi walaupun pakan yang diberikan masih belum sampai 5%.Untuk
mengetahui pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan serta jumlah pakan yang
diberikan maka dilakukan sampling panjang dan berat ikan setiap 1 bulan sekali.
Selama pemeliharaan seacara
periodik dilakukan pemantauan kualitas air (suhu, DO, pH dan amoniak) dan
kesehatan ikan setiap satu bulan sekali sampai menjelang panen. Pemeliharaan
kualitas air dilakukan dengan memeriksa secara langsung kondisi kualitas air di
areal perkolaman dan mengambil sampel air untuk dianalisa di laboratorium. Pemeriksaan
kesehatan ikan dilakukan dengan mengambil sampel ikan pada saat sampling dan
diamati kondisi tubuhnya apakah terlihat gejala terserang penyakit atau tidak.
F. Panen
Setelah masa
pemeliharaan selama 12 bulan diharapkan ikan patin mencapai ukuran 800-1000
gr/ekor dan siap untuk dipanen. Proses panen cukup sederhana dan dilakukan
secara parsial (sebagian) dan total disesuaikan dengan kemampuan tim panen.
Peralatan panen cukup sederhana terdiri dari jala, jaring geser, keranjang,
timbangan dan wadah penampungan ikan berupa hapa.
Analisis
Usaha
Analisis usaha kegiatan
pembesaran ikan patin di kolam lahan gambut bertujuan untuk mengetahui
kelayakan usaha yang dilakukan berdasarkan perhitungan ekonomi serta untuk
memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam melakukan usaha budidaya. Untuk perhitungan analisis biaya yang dilakukan
meliputi Break Event Point (BEP), Return of Investment (ROI), dan Benefit Cost
Ratio (BCR). Perhitungan analisis usaha pembesaran ikan patin dalam kolam lahan
gambut secara lengkap dapat dilihat sebagai berikut:
1. Biaya Investasi
- Pembuatan kolam 1 unit ukuran
30x20x3 m Rp.16.000.000,-
Jumlah Investasi Rp.16.000.000,-
2. Biaya Operasional
a. Biaya tetap
- Bunga investasi 20% Rp.
3.200.000,-
- Penyusutan investasi per tahun
10% Rp. 1.600.000,-
Jumlah Rp. 4.800.000,-
b. Biaya variabel
- Benih ukuran 5-8 cm sebanyak
6.000 ekor @ Rp 700,- Rp. 4.200.000,-
- Pakan 4.000 kg (FCR 1,2) @ Rp
8.000,- Rp. 32.000.000,-
- Upah pekerja 1 orang selama 9
bulan @ Rp 50.000,- Rp. 450.000,-
Jumlah Rp. 36.650.000,-
Total biaya operasional (a + b)
Rp. 41.450.000,-
3. Pendapatan
- Benih 6.000 ekor SR 90% ukuran
600 g/ekor
- Harga jual Rp 15.000,-/kg
- Pendapatan per siklus (9 bulan)
= 90% x 6.000 x 600 g x Rp.
15.000,-
= Rp 48.600.000,-
4. Keuntungan bersih
= Pendapatan – Total Biaya
Operasional
= Rp 48.600.000,- - Rp
41.450.000,-
= Rp 7.150.000,-
- Pendapatan bersih per bulan Rp
794.000,- per kolam
5. Cash flow
= Laba bersih + penyusutan
investasi
= Rp 7.150.000,- + Rp 1.600.000,-
= Rp 8.750.000,-
6. Konversi pakan (FCR)
= Bobot pakan yang digunakan (kg)
: Bobot ikan yang dipanen (kg)
= 4.300 : 3.500
= 1,23
7. Biaya produksi per kg daging
ikan
= Biaya operasional : Jumlah ikan
x bobot ikan
= Rp 41.450.000,- : 5.400 x 600 g
= Rp 12,793,-/g atau Rp
12.793,-/kg
7. Break Event Point (BEP)
= Biaya Investasi : {1 – (Biaya
operasional : Pendapatan)}
= Rp 16.000.000,- : {1 – (Rp
41.450.000,- : Rp 48.600.000,-)}
= Rp 108.755.244,-
Artinya titik impas akan tercapai
dengan hasil pendapatan Rp. 108.755.244,-
di mana pembudidaya tidak
mendapat untung namun modal telah kembali.
8. Return of Investment (ROI)
= (Keuntungan : Biaya
operasional) x 100%
= (Rp 7.150.000,- : Rp
41.450.000,-) x 100%
= 0,1724 atau 17,24%
Artinya dengan modal Rp. 100,-
akan menghasilkan keuntungan Rp. 17,2,-
9. Benefit Cost Ratio (BCR)
= Pendapatan : Biaya Operasional
= Rp 48.600.000,- : Rp
41.450.000,-
= 1,17 > 1
Artinya nilai BCR lebih dari 1
berarti usaha ini layak untuk dilakukan, jadi semakin besar nilai BCR
maka keuntungan yang diperoleh
akan semakin besar.
10. Payback periode
= Biaya operasional : Keuntungan
= Rp 41.450.000,- : Rp
7.150.000,-
= 5,8
terimakasih infonya sangat membantu, jangan lupa kunjungi web kami http://bit.ly/2P5Wu53
BalasHapus